TEKNOLOGI - Bayangkan kita sedang duduk di depan layar, menonton sebuah tayangan dokumenter tentang negara maju yang sukses menciptakan mobil listrik. Mobil-mobil tanpa suara itu melaju mulus di jalanan, bebas polusi, penuh teknologi canggih, seolah berkata, "Hei, dunia, lihat kami!". Sementara itu, kita berpikir, "Kenapa ya, Indonesia belum bikin yang seperti ini?" Padahal, kalau dipikir-pikir, Indonesia itu kaya banget, loh. Kaya sumber daya alam, kaya ide, dan jangan lupa: kaya lulusan perguruan tinggi yang jenius.
Coba deh tengok. Ada anak-anak ITB yang terkenal piawai soal rekayasa teknologi, jago bikin inovasi dari yang sederhana sampai rumit. Lalu, ada UGM yang selalu bersemangat mengembangkan teknologi untuk rakyat kecil. Anak-anak ITS? Jangan ditanya. Mereka bikin kapal aja bisa, apalagi bikin mobil listrik! UI punya segudang pakar teknologi dan inovasi, sedangkan Unpad dan universitas lainnya punya semangat tak kalah hebat dalam mengkaji dampak sosial dan ekologis. Intinya? Kalau soal otak encer, kita nggak kalah dari negara mana pun.
Step 1: Amati, Jangan Malu Belajar
Langkah pertama itu simpel: kita harus mau belajar. Lihat deh, China yang dulunya cuma "pengikut teknologi", sekarang malah jadi rajanya mobil listrik. Jepang dan Jerman? Mereka juga mulai dari bawah. Kita perlu meniru cara mereka: pelajari teknologi mobil listrik yang sudah ada. Apa sih rahasianya bikin baterai yang tahan lama? Bagaimana supaya mobil ini bisa jalan jauh tanpa boros energi? Dan, yang nggak kalah penting, gimana mereka bangun infrastruktur pengisian daya biar nggak bikin repot.
Step 2: Tiru, Tapi Jangan Cuma Copy-Paste
Namanya belajar, ya wajar meniru. Tapi jangan cuma copy-paste mentah-mentah, dong. Indonesia itu punya kebutuhan khusus. Jalanan kita beda. Cuaca tropis kita beda. Konsumen kita juga beda, lebih suka yang murah tapi nggak murahan. Jadi, teknologi mobil listrik dari luar itu perlu kita tiru, tapi juga kita sesuaikan.
Misalnya, anak-anak ITS dan ITB pasti bisa bikin desain mobil yang cocok untuk jalan-jalan di pelosok. Sementara itu, mahasiswa UGM mungkin bisa mengembangkan teknologi hemat energi yang sesuai buat petani atau nelayan. Anak UI dan Unpad? Pasti bisa mikirin gimana caranya teknologi ini jadi murah tapi tetap keren.
Step 3: Modifikasi, Bikin Karya Asli Indonesia
Nah, di sinilah kreativitas Indonesia diuji. Jangan cuma bikin mobil listrik yang mirip-mirip buatan luar negeri, tapi tambahkan sentuhan lokal. Misalnya, baterai buatan anak ITS yang pakai material lokal tapi tahan lama. Atau desain mobil listrik karya mahasiswa ITB yang bikin kita bilang, "Ini, nih, baru rasa Indonesia!". Modifikasi ini penting, biar kita nggak cuma jadi "peniru" tapi juga pencipta.
Step 4: Dibiayai Pemerintah, Biar Lancar Jaya
Yang namanya inovasi, mau secanggih apa pun otak anak-anak kita, tetap butuh biaya. Di sinilah pemerintah harus main peran. Bayangkan kalau riset mobil listrik anak-anak UI atau ITS itu dibiayai negara. Atau kalau pemerintah bangun stasiun pengisian daya di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Insentif pajak buat yang mau beli mobil listrik juga bakal bikin banyak orang tertarik. Intinya, kalau pemerintah serius kasih dukungan, jalan kita bakal mulus.
Anak Bangsa Kita Bisa, Kok!
Jangan pernah remehkan lulusan perguruan tinggi Indonesia. Anak-anak ITB, UGM, ITS, UI, Unpad, dan kampus-kampus lain itu bukan cuma pinter, tapi punya ide segar dan semangat luar biasa. Mereka udah sering buktikan, kok, lewat lomba-lomba internasional. Kita cuma perlu kasih mereka kesempatan, fasilitas, dan kepercayaan.
Mobil Listrik Buatan Indonesia: Mimpi yang Pasti Jadi
Jadi, tunggu apa lagi? Kalau kita mau serius, Indonesia bisa banget bikin mobil listrik yang nggak cuma buat gaya-gayaan, tapi juga solusi buat lingkungan. Amati, tiru, modifikasi, dibiayai, dan pasti jadi. Dengan otak cerdas anak-anak bangsa, dukungan pemerintah, dan semangat gotong royong, mobil listrik made in Indonesia bukan cuma mimpi, tapi masa depan!
ššš” "Bersiaplah, dunia! Indonesia siap ngecas masa depan!"
Jakarta, 20 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi