PERTANIAN - Bayangkan sebuah desa yang dikenal sebagai "Kampung Pisang, " di mana setiap keluarga memiliki setidaknya 10 pohon pisang kepok. Dengan 100 kepala keluarga di kampung ini, kita berbicara tentang total 1.000 pohon pisang yang menghasilkan pisang kepok berkualitas untuk kebutuhan pangan dan ekonomi masyarakat setempat.
Pisang kepok terkenal sebagai bahan utama untuk gorengan, keripik, dan olahan kuliner lainnya. Jika satu tandan pisang kepok di pasaran dihargai Rp. 100 ribu, maka potensi pendapatan kampung ini sudah mencapai Rp. 100 juta setiap kali panen. Ini baru dari satu kali panen saja, belum menghitung peluang pertumbuhan dari tunas-tunas pisang baru yang akan muncul dan memperbanyak jumlah pohon pisang di masa depan.
Baca juga:
Banjir di Barru, Petani Tambak Merugi
|
Selain menghasilkan pisang dalam bentuk mentah, bayangkan potensi yang lebih besar lagi jika pisang tersebut diolah menjadi produk bernilai tambah. Misalnya, pisang bisa diolah menjadi keripik pisang, pisang goreng, pisang molen, atau bahkan menjadi tepung pisang yang bisa dijual dengan harga lebih tinggi. Produk olahan ini tidak hanya meningkatkan nilai jual, tetapi juga membuka peluang usaha baru bagi penduduk kampung, mulai dari industri rumah tangga hingga pengembangan usaha kecil dan menengah.
Dengan begitu, "Kampung Pisang" bukan hanya berkontribusi pada ketahanan pangan kampung, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. Pisang kepok menjadi aset ekonomi berkelanjutan yang dapat diandalkan karena siklus tumbuh yang cepat, perawatan yang relatif mudah, serta permintaan pasar yang stabil. Selain itu, kampung ini dapat mengembangkan program wisata agro, mengundang wisatawan untuk melihat langsung bagaimana proses budidaya pisang, hingga menikmati olahan pisang khas kampung.
Dengan inisiatif ini, desa-desa dapat memberdayakan masyarakat, meningkatkan pendapatan, dan menciptakan ketahanan pangan yang kuat. Di sisi lain, model seperti ini juga mendukung pembangunan desa wisata yang menawarkan edukasi dan pengalaman langsung bagi para pengunjung.
Jakarta, 05 Oktober 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi