PEMERINTAHAN - Korupsi di Indonesia telah lama menjadi penyakit kronis yang menggerogoti tubuh bangsa. Namun, di era pemerintahan Joko Widodo, fenomena ini mencapai puncaknya dengan berbagai skandal besar yang mencoreng wajah negeri ini. Janji-janji pemberantasan korupsi yang dahulu dikumandangkan justru berubah menjadi ironi, ketika lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga integritas justru terjerat dalam lingkaran korupsi sistemik. Rakyat semakin kehilangan harapan, dan masa depan Indonesia tampak kian gelap di bawah bayang-bayang elite yang lebih sibuk memperkaya diri daripada membangun bangsa.
Dari e-KTP Hingga Pertamina: Korupsi Besar yang Menghancurkan Kepercayaan Publik
Jika kita melihat ke belakang, rezim Jokowi diwarnai dengan deretan skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara dan aktor-aktor politik berpengaruh. Kasus e-KTP yang melibatkan banyak anggota DPR menjadi salah satu skandal terbesar yang merugikan negara triliunan rupiah. Alih-alih memperbaiki sistem administrasi kependudukan, proyek ini justru menjadi ladang bancakan bagi para elite politik.
Kemudian, kasus Jiwasraya dan ASABRI memperlihatkan bagaimana uang rakyat yang dipercayakan kepada institusi keuangan negara justru dijarah habis-habisan. Kerugian mencapai ratusan triliun rupiah, menghancurkan masa depan para pensiunan dan rakyat kecil yang bergantung pada dana asuransi tersebut.
Belum selesai dengan skandal ini, muncul kasus BTS Kominfo yang melibatkan Menteri Johnny G. Plate dengan dugaan korupsi proyek infrastruktur digital yang seharusnya mempercepat akses internet bagi masyarakat pelosok. Bukannya membawa kemajuan teknologi, proyek ini justru menjadi ajang perampokan uang negara dengan nilai korupsi mencapai lebih dari Rp 8 triliun.
Tak hanya itu, sektor pertambangan juga tidak luput dari praktik korupsi. Kasus timah di Bangka Belitung menjadi contoh bagaimana sumber daya alam yang seharusnya menjadi berkah bagi rakyat malah dikuasai oleh mafia dengan restu oknum pejabat. Demikian pula dengan skandal emas PT Antam dan Pertamina yang menunjukkan betapa bobroknya pengelolaan aset negara.
Pelemahan KPK: Skenario Sistematis Melindungi Koruptor
Salah satu indikator paling nyata bahwa rezim Jokowi tidak serius dalam pemberantasan korupsi adalah pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak revisi UU KPK pada 2019, lembaga ini kehilangan taringnya. Pegawai-pegawai yang berintegritas seperti Novel Baswedan dan pegawai lainnya disingkirkan melalui tes wawasan kebangsaan yang kontroversial, sementara komisioner KPK malah terlibat skandal etik dan diduga berafiliasi dengan kepentingan politik tertentu.
Alih-alih memperkuat KPK sebagai benteng terakhir melawan korupsi, pemerintahan Jokowi justru mengubahnya menjadi alat politik yang lebih banyak mengincar lawan ketimbang membasmi korupsi di dalam pemerintahan sendiri. Skandal Bank Century dan BLBI yang semestinya diusut tuntas malah seolah dipeti-eskan, seolah memberi sinyal bahwa korupsi besar yang melibatkan elite tertentu tidak akan tersentuh hukum.
Dampak Buruk Korupsi: Masa Depan Indonesia yang Suram
Korupsi yang merajalela bukan hanya soal kehilangan uang negara, tetapi juga tentang hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ketika pemimpin negara dan pejabat tinggi lebih sibuk memperkaya diri daripada mengurus kesejahteraan rakyat, efeknya sangat nyata: pembangunan mandek, ekonomi sulit berkembang, dan keadilan semakin jauh dari jangkauan rakyat kecil.
Bagaimana mungkin Indonesia bisa maju jika infrastruktur digitalnya dicurangi? Bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada pemerintah jika uang pensiunan dan tabungan mereka raib akibat korupsi? Bagaimana mungkin Indonesia bisa bersaing di kancah global jika pejabatnya lebih peduli pada proyek bancakan ketimbang pembangunan nasional?
Tak heran jika indeks persepsi korupsi Indonesia terus menurun di era Jokowi, menunjukkan bahwa dunia internasional pun melihat betapa parahnya masalah ini. Investasi enggan masuk, rakyat semakin skeptis, dan generasi muda kehilangan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Kesimpulan: Akankah Indonesia Terlepas dari Cengkeraman Korupsi?
Jika korupsi terus dibiarkan merajalela, maka masa depan Indonesia benar-benar berada di ambang kehancuran. Rakyat harus sadar bahwa tanpa perubahan sistemik, tanpa keberanian untuk melawan mafia kekuasaan, maka negara ini hanya akan menjadi lahan subur bagi para koruptor.
Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang benar-benar berani membersihkan birokrasi dari tikus-tikus berdasi. Reformasi hukum yang tegas, penguatan kembali KPK, dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan anggaran negara harus menjadi prioritas. Jika tidak, maka negeri ini akan terus menjadi surga bagi koruptor dan neraka bagi rakyat kecil.
Kini, pertanyaannya adalah: apakah kita masih akan diam dan membiarkan negeri ini dirampok habis-habisan? Ataukah sudah saatnya rakyat bersatu menuntut keadilan dan perubahan? Masa depan Indonesia ada di tangan kita semua.
Jakarta, 09 Maret2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi