HUKUM - Korupsi, kata yang mungkin sering kita dengar, tapi dampaknya merayap perlahan, merusak sendi-sendi bangsa kita tanpa henti. Tindakan korupsi bukan sekadar soal menggelapkan dana atau memperkaya diri. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat, kepercayaan yang diemban oleh para pejabat, dan—lebih dari itu—harapan yang ada di pundak setiap pemimpin yang dipercaya untuk membawa perubahan.
Ketika seorang pejabat memutuskan untuk menyalahgunakan kekuasaannya, mengambil uang dari proyek infrastruktur atau pembangunan fasilitas umum, sesungguhnya ia sedang mencuri kesempatan bagi setiap anak yang ingin sekolah, bagi setiap keluarga yang membutuhkan akses kesehatan, bagi setiap petani yang bergantung pada jalan yang layak untuk mengangkut hasil bumi mereka. Korupsi bukan hanya merugikan negara dari sisi ekonomi; ia menghancurkan impian-impian dan masa depan generasi penerus bangsa.
Bayangkan sebuah desa terpencil di mana akses jalan rusak dan sulit ditempuh. Dana sudah dianggarkan, proyek sudah dicanangkan, tapi entah bagaimana, hasilnya tidak pernah terlihat. Mungkin ada laporan proyek yang “sukses terlaksana, ” mungkin ada seremonial peletakan batu pertama, tetapi setelah itu, jalan kembali rusak, dana kembali “hilang.” Setiap warga desa yang membutuhkan jalan tersebut untuk membawa hasil tani mereka harus menerima kenyataan pahit: mereka tertinggal, terlupakan, dan dikhianati oleh para pejabat yang seharusnya berjuang untuk kesejahteraan mereka.
Ketika seorang pejabat korupsi dalam proyek pendidikan, ia tak hanya mengorbankan gedung sekolah yang seharusnya dibangun atau fasilitas belajar yang seharusnya ada, tetapi ia juga merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Setiap anak yang duduk di kelas tanpa kursi yang memadai, tanpa alat tulis yang mencukupi, tanpa guru yang berkualitas, adalah korban dari korupsi. Mereka yang seharusnya bisa belajar dengan nyaman, bercita-cita tinggi, dan membawa perubahan untuk bangsa ini, kini harus menghadapi kenyataan bahwa kesempatan itu dirampas oleh tangan-tangan serakah.
Ada yang mengatakan bahwa hukuman bagi koruptor seharusnya lebih berat. Mungkin hukuman mati, karena perbuatannya bukan hanya sekadar melanggar hukum, tapi juga mengancam masa depan bangsa. Korupsi bukanlah kejahatan biasa; ia menciptakan lingkaran setan kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan yang akan terus berlanjut jika tidak dihentikan. Hukuman mati bagi para koruptor mungkin terdengar ekstrem bagi sebagian orang, tetapi jika dilihat dari sudut pandang korban—mereka yang haknya direnggut, kesempatan hidup lebih baik yang dirusak—mungkin hukuman ini dapat memberikan keadilan yang pantas.
Tidak berhenti sampai di sana, ada ide yang lebih radikal lagi: keluarga koruptor dimiskinkan, aset-aset yang mereka miliki disita oleh negara, digunakan kembali untuk membangun fasilitas umum dan memberikan manfaat bagi rakyat. Mungkin ini terkesan kejam, tetapi bayangkan jika setiap koruptor tahu bahwa tindakannya tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga keluarganya. Mereka akan berpikir dua kali sebelum mengambil tindakan yang melanggar hukum.
Sebuah hukuman yang setimpal harus diambil, bukan hanya untuk menghukum koruptor tetapi juga untuk memberi pesan kuat pada generasi sekarang dan yang akan datang: bahwa korupsi adalah kejahatan yang tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja. Kita perlu mengukuhkan moral dan integritas, agar setiap orang yang memegang amanah tidak tergoda untuk menyalahgunakannya. Kita perlu membangun budaya yang menempatkan kejujuran dan pelayanan publik di atas segalanya.
Dalam konteks masyarakat, korupsi itu bagaikan penyakit yang tak terlihat tapi mematikan. Ia bukan hanya menyusup dalam sistem, tetapi perlahan-lahan membunuh semangat bangsa. Tindakan ini menggerogoti kepercayaan rakyat kepada pemerintah, melemahkan kepercayaan terhadap hukum, dan merusak fondasi bangsa yang seharusnya kokoh. Sebab itulah, jika korupsi dibiarkan, maka kita hanya akan mewariskan kehancuran kepada anak cucu kita.
Baca juga:
Husairi Pimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana
|
Jika korupsi adalah penyakit, maka hukuman berat seperti hukuman mati bagi koruptor adalah obat pahit yang mungkin perlu kita telan. Karena ketika mereka mencuri dari negara, mereka bukan hanya mencuri uang—mereka mencuri masa depan bangsa.
Jakarta, 02 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi