POLITIK - Pancasila, sebagai ideologi bangsa Indonesia, menanamkan nilai-nilai keadilan, keseimbangan, dan kemanusiaan yang seharusnya menjadi pedoman bagi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, realitasnya, sistem kapitalisme yang dominan dalam praktik ekonomi dan politik di Indonesia telah mengikis nilai-nilai luhur tersebut, membuka pintu lebar bagi lahirnya korupsi yang merajalela. Kapitalisme, dengan karakteristiknya yang menekankan keuntungan pribadi dan kompetisi bebas, menciptakan kondisi yang memupuk korupsi, terutama ketika nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan.
Kapitalisme dan Budaya Individualisme
Salah satu akar masalah yang muncul dari kapitalisme adalah budaya individualisme yang berlebihan. Dalam sistem kapitalisme, individu dan institusi ekonomi didorong untuk mengejar keuntungan maksimal tanpa memedulikan dampak sosial. Ketika sistem ini diterapkan dalam konteks pemerintahan, fokus pada kesejahteraan kolektif sering tergeser oleh upaya untuk memperkaya diri sendiri. Fenomena ini terlihat jelas dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik di Indonesia, di mana kepentingan pribadi mendominasi proses pengambilan kebijakan.
Budaya individualisme ini bertentangan langsung dengan sila keempat dan kelima Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" dan "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Kapitalisme mendorong pejabat untuk mengambil keputusan berdasarkan potensi keuntungan pribadi, bukan demi kepentingan rakyat banyak.
Kapitalisme dan Praktik Nepotisme
Kapitalisme juga mendorong terjadinya nepotisme dan kolusi. Dalam sistem yang mengutamakan akumulasi modal, kekuasaan sering kali dimanfaatkan untuk memperluas jaringan pribadi demi keuntungan ekonomi. Akibatnya, para pemimpin dan pejabat publik sering terjebak dalam praktik-praktik yang menguntungkan kelompok tertentu, yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas. Di Indonesia, fenomena ini terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang melibatkan perusahaan swasta besar yang bekerja sama dengan pejabat pemerintah untuk memperoleh keuntungan melalui cara-cara yang tidak etis.
Fenomena ini bertolak belakang dengan sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Nepotisme dan kolusi tidak mencerminkan nilai keadilan maupun penghormatan terhadap martabat manusia. Sebaliknya, mereka memperkuat kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kapitalisme dan Lemahnya Penegakan Hukum
Dalam konteks kapitalisme, hukum sering kali dijadikan alat oleh mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi untuk melindungi kepentingan mereka. Di Indonesia, hal ini tercermin dari lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, terutama mereka yang memiliki koneksi politik atau ekonomi yang kuat. Ketimpangan dalam penegakan hukum ini semakin memperburuk persepsi publik terhadap keadilan dan pemerintahan, serta memperkuat siklus korupsi.
Baca juga:
Pengurus PABDSI Luwu Timur Resmi Dilantik
|
Sila pertama Pancasila, yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa, " menuntut adanya moralitas tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, ketika hukum tunduk pada kekuasaan modal, prinsip moralitas ini menjadi terabaikan. Hasilnya adalah sistem yang korup, di mana kekayaan dan koneksi lebih dihargai daripada keadilan dan integritas.
Transformasi Menuju Sistem yang Berbasis Pancasila
Untuk mengatasi dominasi kapitalisme yang melahirkan koruptor, Indonesia perlu kembali kepada nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman utama dalam segala aspek kehidupan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat pendidikan karakter berbasis Pancasila, terutama di kalangan generasi muda, untuk memastikan bahwa nilai-nilai keadilan, kebersamaan, dan kemanusiaan tertanam sejak dini.
Selain itu, reformasi sistemik dalam bidang hukum, politik, dan ekonomi sangat diperlukan. Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan adil, tanpa pandang bulu, untuk menghancurkan budaya impunitas yang sering kali melindungi pelaku korupsi. Di sisi lain, sistem ekonomi perlu diarahkan untuk lebih inklusif dan berbasis pada nilai-nilai keadilan sosial, sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
Kapitalisme, dengan segala kelebihannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, telah menunjukkan sisi gelapnya dalam konteks Indonesia. Ketika nilai-nilai kapitalisme mengalahkan Pancasila, yang terjadi adalah lahirnya budaya korupsi yang merusak fondasi negara. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia perlu kembali kepada Pancasila, memperkuat nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, dan melakukan reformasi sistemik yang menyeluruh. Hanya dengan demikian, korupsi dapat diberantas dan Indonesia dapat mencapai cita-citanya sebagai bangsa yang adil, makmur, dan beradab.
Jakarta, 16 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi