EKONOMI - Indonesia sering dijuluki sebagai "Macan Asia" dalam konteks ekonomi dan geopolitik. Julukan ini, yang mengacu pada kekuatan ekonomi yang menjulang di kawasan Asia, mencerminkan potensi besar negara ini dalam mencapai status sebagai salah satu pemain utama di kawasan. Namun, realitasnya sering kali lebih kompleks, memunculkan pertanyaan apakah Indonesia lebih pantas disebut "Macan Asia" atau hanya sekadar "Market Asia" — pasar besar yang menjadi sasaran investasi dan konsumsi global.
Potensi sebagai Macan Asia
Potensi Indonesia untuk menjadi "Macan Asia" tidak dapat diremehkan. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan memiliki pasar domestik yang sangat besar. Posisi geografis strategis di antara dua samudera dan dua benua menjadikan Indonesia pusat penting dalam perdagangan global. Selain itu, kekayaan sumber daya alam, mulai dari tambang seperti nikel dan batu bara hingga produk agrikultur seperti kelapa sawit dan kopi, memberikan fondasi ekonomi yang kuat.
Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil. Sejak krisis moneter Asia 1998, Indonesia telah berhasil pulih dan mempertahankan pertumbuhan rata-rata 5% per tahun sebelum pandemi COVID-19. Reformasi ekonomi, peningkatan infrastruktur, serta kebijakan diversifikasi industri terus mendorong daya saing Indonesia.
Di tingkat geopolitik, Indonesia juga memainkan peran signifikan dalam ASEAN dan forum internasional seperti G20. Sebagai salah satu negara berkembang terbesar, Indonesia sering dilihat sebagai suara representatif negara-negara berkembang dalam isu-isu global seperti perubahan iklim dan kesetaraan ekonomi.
Realitas sebagai Market Asia
Di sisi lain, julukan "Market Asia" lebih menggambarkan posisi Indonesia sebagai pasar besar yang menarik bagi perusahaan multinasional. Dengan kelas menengah yang terus berkembang, daya beli masyarakat Indonesia meningkat pesat. Fenomena ini membuat Indonesia menjadi sasaran empuk bagi produk konsumsi, teknologi, dan layanan dari luar negeri. Namun, dominasi produk asing dalam pasar domestik menimbulkan kekhawatiran mengenai ketahanan ekonomi nasional.
Keterbatasan dalam pengembangan industri manufaktur dan teknologi lokal menjadi salah satu alasan utama mengapa Indonesia sering dilihat lebih sebagai pasar daripada produsen global. Ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan impor barang jadi menunjukkan lemahnya struktur ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Contohnya, meskipun Indonesia adalah salah satu produsen nikel terbesar dunia, industri kendaraan listrik dalam negeri masih bergantung pada teknologi asing.
Selain itu, tantangan dalam infrastruktur, birokrasi, dan korupsi sering kali menjadi penghambat investasi yang berorientasi pada pengembangan kapasitas produksi lokal. Sebaliknya, banyak investor yang hanya melihat Indonesia sebagai tempat untuk menjual produk mereka, bukan sebagai mitra strategis dalam pengembangan teknologi dan industri.
Tantangan Menuju Status Macan Asia
Untuk benar-benar menjadi "Macan Asia, " Indonesia harus mengatasi berbagai tantangan struktural. Salah satu langkah penting adalah memperkuat sektor pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Tanpa basis sumber daya manusia yang kompeten, sulit bagi Indonesia untuk bersaing dalam era ekonomi berbasis teknologi.
Baca juga:
Bupati Inhu Harap Bumdes Semakin Maju
|
Reformasi birokrasi dan peningkatan transparansi juga menjadi kunci. Sistem perizinan yang rumit dan korupsi yang meluas sering kali menghambat investasi produktif. Program seperti Online Single Submission (OSS) menunjukkan kemajuan, tetapi implementasinya masih perlu ditingkatkan.
Diversifikasi ekonomi juga harus menjadi prioritas utama. Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global. Investasi dalam sektor manufaktur berteknologi tinggi dan ekonomi digital dapat membantu Indonesia menciptakan rantai nilai yang lebih kuat.
Macan atau Market?
Indonesia berada di persimpangan jalan antara menjadi "Macan Asia" atau tetap menjadi "Market Asia." Potensi untuk menjadi kekuatan ekonomi utama jelas ada, tetapi jalan menuju tujuan tersebut membutuhkan upaya sistematis dalam reformasi struktural, pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan daya saing industri lokal. Tanpa langkah-langkah tersebut, Indonesia berisiko hanya menjadi pasar besar bagi produk asing, alih-alih menjadi produsen yang mendominasi pasar regional dan global.
Dalam pandangan yang lebih optimis, dengan visi yang jelas dan kebijakan yang konsisten, Indonesia dapat merealisasikan potensinya sebagai "Macan Asia." Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi tantangan internal serta memanfaatkan peluang di tengah dinamika global.
Jakarta, 18 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi