
POLITIK - Kasus Harun Masiku kembali menjadi sorotan publik setelah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejadian ini memicu reaksi keras dari PDIP yang menganggap langkah hukum tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap partai. Polemik ini menyoroti dinamika politik dan hukum di Indonesia, memperlihatkan ketegangan antara institusi penegak hukum dan partai politik.
Latar Belakang Kasus Harun Masiku
Harun Masiku adalah mantan calon anggota legislatif dari PDIP yang terlibat dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI pada Pemilu 2019. Ia diduga memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, agar dapat diloloskan sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pelantikan.
KPK telah menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka sejak awal 2020, tetapi hingga kini ia masih buron. Dugaan bahwa ia telah kabur ke luar negeri dan berbagai spekulasi tentang keberadaannya semakin memperumit penyelidikan.
Penahanan Hasto Kristiyanto dan Respons PDIP
Dalam perkembangan terbaru, KPK menahan Hasto Kristiyanto atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap tersebut. Penahanan ini menimbulkan kontroversi karena Hasto adalah figur penting di PDIP, partai yang berkuasa saat ini. PDIP merespons dengan keras, menuding bahwa KPK telah bertindak secara politis dan menargetkan partai tertentu.
Ketua DPP PDIP menyatakan bahwa ada upaya untuk melemahkan partai dengan menggunakan kasus hukum sebagai senjata politik. Bahkan, beberapa petinggi PDIP menganggap tindakan ini sebagai bagian dari manuver yang lebih besar menjelang Pemilu 2024.
Dinamika Politik dan Hukum
Kasus ini menunjukkan bagaimana hukum dan politik di Indonesia sering kali saling bersinggungan. Dalam beberapa tahun terakhir, KPK kerap dianggap kehilangan independensinya setelah revisi Undang-Undang KPK yang melemahkan lembaga tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak mempertanyakan apakah langkah KPK dalam menahan Hasto merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang murni atau ada tekanan politik di baliknya.
Di sisi lain, PDIP yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan dianggap sedang berada dalam posisi defensif. Partai ini dikenal memiliki kendali kuat terhadap struktur politik nasional, dan tuduhan terhadap tokohnya dapat berdampak signifikan terhadap elektabilitasnya.
Implikasi terhadap Pemilu 2024
Ketegangan antara KPK dan PDIP dalam kasus ini berpotensi mempengaruhi dinamika politik menjelang Pemilu 2024. Jika kasus ini berlarut-larut, PDIP mungkin menghadapi tantangan lebih besar dalam mempertahankan posisinya sebagai partai penguasa. Di sisi lain, partai oposisi dapat menggunakan momentum ini untuk memperkuat narasi bahwa korupsi masih menjadi masalah besar dalam pemerintahan saat ini.
Publik juga semakin kritis dalam menilai apakah kasus ini merupakan upaya nyata dalam memberantas korupsi atau sekadar permainan politik. Jika KPK tidak mampu menunjukkan bukti kuat terhadap Hasto, maka kredibilitasnya sebagai lembaga antikorupsi akan semakin dipertanyakan.
Kasus Harun Masiku, penahanan Hasto Kristiyanto, dan perlawanan PDIP merupakan gambaran kompleks dari hubungan antara hukum dan politik di Indonesia. Di satu sisi, KPK harus tetap menjalankan tugasnya dalam pemberantasan korupsi tanpa tekanan politik. Di sisi lain, partai politik, termasuk PDIP, juga perlu menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum tanpa merasa dipojokkan secara politis.
Kasus ini masih akan berkembang dan menjadi ujian bagi sistem hukum serta demokrasi di Indonesia. Masyarakat harus tetap kritis dalam menyikapi informasi yang beredar, menghindari politisasi yang berlebihan, dan tetap mendukung upaya pemberantasan korupsi yang berkeadilan.
Jakarta, 24 Februari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi