JAKARTA – Bagi aktivis mahasiswa dan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) se Aceh, Agussalim namanya sudah tak asing lagi. Berperawakan kecil, ramah dan cerdas serta memiliki selera guyon yang tinggi adalah secuil tentangnya, 11/11/2023.
Sejak aktif dalam pergerakan aktivisme mahasiswa, beliau kerap menampilkan kemampuannya dalam menggarap isu-isu strategis yang berefek langsung terhadap kesejahteraan rakyat, kemudian diaktualisasikan dalam bentuk demonstrasi jalanan atau tulisan-tulisan kritis yang menghantam tiap kebijakan pemerintah, utamanya di Aceh dan terkhusus di tanah kelahirannya Bireuen.
Baca juga:
Keindahan Lapangan Kampus Hijau UINAM
|
Agussalim, nama yang mirip dengan sosok pahlawan nasional Republik Indonesia, yaitu sosok The Grand Old Man-nya Indonesia. Tidak bermaksud menyandingkan keduanya secara berlebihan, ini sebagai motivasi bagi generasi bahwa para pahlawan adalah panutan bagi generasi sekarang dan masa depan Indonesia.
Kerap dikenal sebagai aktivis mahasiswa, Agussalim juga memiliki kemampuan jurnalisme yang baik dan pernah tercatat sebagai salah satu media online yang memiliki pengaruh besar di Aceh dan nasional. Perpaduan antara aktivis dan jurnalis membuatnya dikenali sebagai pelobi ulung, kemampuan komunikasi yang baik, sehingga membuat kehadirannya mampu merubah perbedaan antar almamater kampus menjadi kekuatan bersama.
Putra kelahiran Aceh tersebut kini telah ditetapkan sebagai salah satu calon kandidat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) pada Kongres HMI ke XXXII di Pontianak.
Lelaki kelahiran Pante Piyeu-Bireuen, ini hadir membangun citra Aceh di kancah politik kepemudaan nasional (PB HMI). Apa yang sedang ditempuh oleh beliau, patut diapresiasi oleh seluruh masyarakat Aceh, terutama kader HMI se-Aceh.
Di tengah kemerosotan integritas para politisi atau kepemimpinan di Aceh sudah selayaknya kader HMI se-Aceh menampakkan diri untuk membangun konsolidasi politik HMI dalam membangun integritas dan marwah Aceh di mata Indonesia. Sebab hanya di tangan anak muda (kader HMI Aceh) Aceh dapat diperbaiki.
Hampir tiga dekade ini lintas cabang HMI se-Aceh dalam tiap kongres berlangsung selalu berbeda jalan dalam membangun kesadaran politik nasional.
Baca juga:
E-Voting Jadi Penyebab Ricuh Munas KAHMI
|
Agussalim, berangkat dari gerakan bawah dan berasal dari keluarga petani, meniti karier sebagai Kabid PTKP HMI Cabang Bireuen, Sekretaris Umum HMI Cabang Bireuen, melesat tajam menjadi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Internal PB HMI Periode 2021-2023, hingga meneguhkan sikap untuk berkontestasi menjadi ketua umum dalam Kongres HMI ke 32 di Pontianak.
Dalam dunia akademik, beliau menamatkan strata satu di Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Almuslim Aceh, kini beliau sedang menamatkan dua studi magister secara bersamaan, yaitu Magister Komunikasi Politik di Universitas Paramadina dan Magister Hukum Tata Negara di Universitas Nasional.
Dalam dunia jurnalistik dan perfilman, beliau pernah mengemban tugas sebagai Tim Suksesi Penetapan MoU Bireuen Kota Kreatif Sektor Seni Pertunjukan, Fotografi dan Film oleh Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dan pernah menyelesaikan pengabdian sebagai Manager Program Komunitas Film Dokumenter Juang Cinema.
Akumulasi semua ketangkasannya menjadi harapan politik anak muda Aceh dan nasional. Kini, Agussalim telah membuka celah memori prestasi Aceh sebagai kekuatan sekarang dan masa depan, secara tidak langsung menciptakan cerminan bagaimana integritas kader HMI se-Aceh hari ini. Strategi HMI Reformis yang terus digerakkan bersama rekan-rekan mesti disambut baik dan aktif untuk memenangkan gagasan Agussalim sebagai wujud untuk mengulang kejayaan Aceh untuk kemajuan bangsa.
Terukir dalam sejarah Indonesia, generasi Aceh memiliki darah pejuang, jiwa militansi yang tinggi, mengayomi. Aceh pernah membangun bangsa Indonesia dengan kearifan lokalnya justru memicu militansi daerah lainnya untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Sebab posisi Aceh tidak diragukan lagi untuk memimpin atau memperbaiki situasi kebangsaan dan keindonesiaan hari ini. Semestinya kader HMI berjuang secara reformis, mengedepankan diplomasi integritas tanpa memberi peluang 'olah-olah' di setiap pesta Kongres HMI. Konkretnya, kader HMI se-Aceh hari ini mesti membuka mata bahwa untuk merubah citra Aceh yang lebih baik dari HMI ada di tangan mereka.
Saatnya "Aceh memimpin Indonesia" adalah wujud nyata bagi HMI Aceh untuk meneruskan semangat reformis dan nasionalisme yang mengakar dan menjalar dari ujung Sumatera hingga seluruh benak nusantara. Oleh karena itu, komitmen Agussalim untuk meraih posisi Ketua Umum PB HMI patut dijadikan kendaraan politik anak muda bagi kader HMI se-Aceh bahwa putra Aceh benar-benar layak memimpin PB HMI sebagai hasil Kongres ke - XXXII di Pontianak.