JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, Bali menjadi salah satu provinsi yang terpukul ketika terjadi pandemi Covid-19, karena pertumbuhan ekonominya selama ini mengandalkan jasa pariwisata. Karena ada pembatasan lalu lintas manusia selama pandemi, maka kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik ke Pulau Dewata pun menurun drastis. Sehingga pada waktu itu Bali termasuk yang anjlok dibanding provinsi yang lain. Kemudian di tahun 2022 ini ia melihat ekonomi Bali sudah mulai tumbuh positif. Bahkan ditargetkan dalam tahun 2022 ini pertumbuhan ekonominya mampu mencapai 3-4 persen.
“Kita sudah lihat, pariwisata mulai menggeliat. Ini yang menurut hemat saya tidak cukup sampai di situ. Karena sebetulnya tidak bisa yang namanya pertumbuhan yang tinggi itu njomplang, antara Denpasar dengan Gianyar. Belum lagi kita bicara Buleleng dan Jembrana. Sehingga yang namanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif itu harus lebih dikedepankan, ” kata Agun usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI dengan jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Himbara, Jamkrindo, Askrindo, serta perwakilan Pemerintah Kabupaten Gianyar, Jembrana dan Buleleng, di Nusa Dua, Bali, Senin (25/7/2022).
Baca juga:
Walikota Blitar Serukan Gempur Rokok Ilegal
|
Politisi Partai Golkar itu menekankan, dengan semakin meratanya pertumbuhan ekonomi, maka harus semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat Bali, dan semakin mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Agar pertumbuhan ekonomi tercipta lebih merata dan berkeadilan di Bali, khususnya di Gianyar, Jembrana maupun Buleleng, maka perlu adanya sinergi dan kolaborasi antar kabupaten, di antaranya dengan sinergi jasa-jasa komoditas antara wilayah satu dengan lainnya, sehingga setiap wilayah dapat memberikan berkontribusinya.
“Itulah yang dimaksud dengan pertumbuhan Bali ke depan bisa jadi icon, bisa jadi contoh, bahwa pertumbuhan itu dirasakan kemanfaatannya oleh seluruh masyarakat Bali, termasuk di Buleleng yang angka kemiskinannya cukup tinggi. Bappenas sudah mulai dengan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) 2023 yang meningkatkan produksi. Artinya bahwa masyarakat yang di bawah itu tidak hanya sekadar menghasilkan sumber daya alam begitu saja, tapi harus ditingkatkan menjadi produksi. Yang paling mudah dicontohkan adalah kelapa. Yang kita lepas itu jangan hanya kelapa dalam bentuk butir. Tapi diproses menjadi gula kelapa. Nah gula kelapa diproses lagi menjadi kecap. Gula kelapa diproses lagi menjadi manisan, ” urai Agun.
Legislator dapil Jawa Barat X itu menambahkan, dengan memperkuat sektor produksi, akan menyerap tenaga kerja dan semakin banyak orang yang menerima manfaatnya. “Nah ini persoalan kalau di-manage, dikelola dengan baik, si kelapa diproduksi, ada badan usaha milik desa yang disinergikan antar BUMDes satu desa dengan lainnya, atau antar kabupaten, dengan produksi yang lebih baik, menjadi produksi gula. Dari gula diproduksi lagi menjadi kecap, minimal untuk kebutuhan lokal di Bali itu bisa terpenuhi. Jadi mulailah itu hindari belanja barang-barang dari luar. Barang dari luar itu tidak hanya sekadar impor itu dari luar negeri. Kalau perlu pun dari daerah-daerah yang lain kita batasi, ” tandas Agun.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, ekonomi Bali sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan sejak kuartal I tahun 2021. Momentum pemulihan Bali terlihat terus berlanjut, dan diperkirakan mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2022. Ekonomi Bali tahun 2022 diperkirakan tumbuh sebesar 3, 1 hingga 3, 6 persen. Hal ini seiring dengan mobilitas masyarakat yang meningkat selama libur Lebaran dan libur sekolah, kegiatan MICE yang meningkat sejak awal 2022, penyelenggaraan acara-acara G20 hingga pembukaan wisata internasional. (sf)